Rabu, 30 Maret 2016

Uang Kita BUKAN Uang Mereka

Setiap organisasi, baik yang cakupannya kecil atau besar pasti memiliki anggota. Tak jarang, anggota yang masuk harus membayar yang dinamakan Iuran. Iuran yang digunakan seyogyanya punya tujuan mulia, yakni untuk menunjang ketercapaian tujuan organisasi yang sudah disepakati bersama.
Namun, ada kasus dimana tujuan organisasi tak pernah disampaikan tapi anggota diminta untuk iuran. Lebih aneh lagi uang iuran yang nyatanya harus dipertanggungjawabkan dihadapan anggota malah menutup rapat. Mereka berdalih, uang yang sudah masuk itu sudah miliknya. Bolehlah berpikir demikian, tapi hati anggota meronta. Hati anggota meminta kejelasan, keterbukaan.

Sejauh pengalaman saya berorganisasi, sistem keuangan saya berprinsip seperti koperasi. Dari Kita untuk Kita.  Sebisa mungkin kegiatan atau program yang dibuat berdampak dan dirasakan langsung oleh seluruh elemen organisasi. Sebisa mungkin kalaupun kegiatannya tersembunyi ada laporan pertanggungjawaban dihadapan seluruh anggota. Selama itu, alhamdulillah ketenangan dalam diamanahi. KITA MEMINTA KEJELASAN, KALOPUN DAPAT, SAYA TENANG MEMAKAINYA.

Selasa, 22 Maret 2016

Motivasi, impian/tujuan

"motivasi (motivation) berasal dari kata dasar motif (motive) yang berarti dorongan, alasan atau sebab-sebab yang melatarbelakangi tindakan seseorang"

Gelap terasa selama 2 tahun ini, hampa, hilang arah. Seolah semua menjauh, semu, perahu kosong yang terombang-ambing di samudera lepas. Pada mulanya layar mulai tergrogoti oleh hembusan angin yang dirasa sangat menyejukkan, selanjutnya terdampar di pantai yang menyuguhkan ribuan wanita berbusana minim bahkan tak berbusana. Lambat laun wanita-wanita itu mencuri jangkar yang tertancap di pesisir pantai. Layar dan jangkar kapal sudah tiada.

Dalam kekurangan, pasti ada kelebihan. Apapun itu bisa dilakukan dengan kerja keras. Perahu kembali terombang-ambing. Lanjut, menyulam kembali layar, dan memukul besi untuk jangkar. Lelah memang. Tapi itu resiko yang harus dipikul sebelum memikul beban dosa di hari penghisaban.

Sengaja, pada layar disulam wajah orang-orang yang saya cintai. Sengaja, di jangkar dituliskan nama-nama guru yang mengajarkan kemuliaan. Semuanya agar menjadi motivasi untuk hari ini, esok dan hari kemudian. Dan satu lagi, dibuat kursi satu untuk mendampingi petualangan. Ditulislah nama di sana,,, SHOLEHAH, dengannnya berharap mengarungi lautan samudera dengan layar dan jangkar yang baru dibuat. 


#29th!

Senin, 21 Maret 2016

Sayapun Percaya

Tahun 2013.... angin berhembus begitu semilir menyejukkan. Bersamaan denga itu, rasa kantuk menyapa. Akhirnya tidur yang menjadi pilihan. Mencoba untuk bangun, namun usapan dedaunan begitu memanjakan. Rasa sulit untuk bangun, membuat tidur sangat lama. Impian saat terbangun dulu terkalahkan mimpi saat tertidur.
Tak ada yang perlu disesalkan.
Alhamdulillah, walau impian telah menjadi buram, mimpi dalam tidur menyadarkan bahwa yang dikatakan orang benar. "pendidikan terbaik adalah pendidikan orang tua dan para ulama" dan "sahabat terbaik akan ada disaat apapun dan bagaimanapun". Dari mimpi itu, sayapun percaya dunia pendidikan formal adalah dunia kemunafikan paling hebat. Dari mimpi itu, sayapun tersadar sahabat terbaik saya adalah keluarga dan benda mati.

Miris, dunia pendidikan formal menjadikan orang pintar. Namun sayang kepintarannya membodohi dirinya dan orang lain. Mereka tahu jujur itu harus, nyatanya hanya slogan agar peserta didik percaya bahwa mereka itu hebat. Agar semua orang tau bahwa menjadi pendidik itu mulia, nyatanya mimpi dalam tidur menjelaskan bahwa dunia pendidikan formal layaknya membangun bangunan rapuh.

Saat kebingungan menghantui, peran keluarga, suport dari orang tua dan  keluarga begitu terasa. Dikala status pendidikan sangat diagungkan, saya percaya "membaca" bisa mengalahkan para pemuja sataus pendidikan. Status pendidikan itu perlu, tapi tak harus menggebu. Justru menggebu lah saat mengejar stastus pendidikan formalmu untuk bekal akhiratmu. (insya alloh saya nyusul).

Deru Ombak

Setiap orang pasti pernah memiliki yang namanya masalah. Dari anak-anak sampai kakek-kakek memiliki masalah masing-masing.
Setiap orang memiliki pola pikir/pandangan yang berbeda. Bahkan tentang kepercayaan sekalipun, (kecuali pondasi iman Syahadatain). *1515 MB

"Tuhan tidak akan membebani seseorang melebihi kapasitasnya."
Ketika awal mula di lahirkan, anak tak serta merta tersenyum, melainkan tangisan yang terdengar.
Ketika merasa lapar, sang bayi kembali menangis.
Saat usia balita sampai 9 tahun, tak punya uang jajan, iapun kembali menangis.
Beranjak usia remaja, sudah peka saat disakiti oleh orang lain, tangisanpun kembali hadir.
Beranjak usia dewasa, bukan satu masalah yang datang, pasti lebih dari itu dan tekanan pun semakin kuat. Kadang si dewasapun tak kuasa menahan tangisan,

"Tuhan memberikan makhlukNya menangis, agar lekas istirahat. karena setelah menangis tuhan memberikan dua keni'matan, rasa tenang dan lelah."
Meskipun tangisan bukan solusi, tapi kenapa tangisan sering hadir dikala himpitan datang. Jawabannya adalah setidaknya setelah menangis beberapa saat pikiran seperti dialihkan.
Adapaun tangisan terbaik adalah tatkala masalah yang yakin setiap individu dewasa merasakannya. yakni masalah selepas kehidupan fana, antara surga dan neraka. Selepas berdo'a, sediakan waktu barang 5 menit untuk sujud kembali, mohon ampun, mohon dilancarkan segala urusan, dan diberikan kebaikan selepas kehidupan di dunia fana. Selepas tidur, sediakan waktu barang 30 menit, untuk menghubungi minimal 221, saat itulah paling tepat mencurahkan segalanya. Masalah tidak berbahaya, menangis pun tidak berbahaya. Yang berbahaya adalah ketika salah menyikapi maslah. Ombak bukan untuk dihindari untuk para pelayar lautan, tapi bagaimana caranya menghadapi ombak agar selamat sampai tujuan. Analogi sederhana, saat mengerjakan soal. Apakah yang salah/benar itu soalnya? atau ketika mengisi jawaban soalnya?

#ketika merasa lemah, bersandarlah pada tempat sujudmu, genangi tempat sujudmu dengan air yang semoga memadamkan panasnya api neraka!





Minggu, 06 Maret 2016

SEBUAH SURAT UNTUK PARA BUNDA @Ayah Edy

 
Sebentar lagi bunda akan di undang ke sekolah untuk mengambil raportku, Bunda, mungkin bunda kecewa karena aku tidak jadi juara dan bahkan masuk ranking pun tidak karena aku adalah anak yang biasa-biasa saja di kelas, tapi tahukah bunda bahwa aku adalah anak yang selalu jujur mengerjakan setiap soal-soal ujian. Bunda, mungkin bunda kecewa karena aku belum lancar membaca, menulis dan berhitung, tapi tahukah bunda bahwa aku terus berusaha keras dan kelak satu ketika aku akan bisa seperti anak lainnya. Bunda, mungkin bunda kecewa karena aku tidak pandai matematika, tapi tahukah bunda bahwa aku pandai berdoa dan selalu berdoa untuk bunda setiap aku beribadah. Bunda, mungkin bunda kecewa karena aku lambat belajar di sekolah, tapi tahukah bunda bahwa aku adalah anak yang cepat sekali jika diminta untuk membantu bunda dirumah. Bunda, mungkin engkau kecewa karena nilai-nilai raportku tidak sebaik nilai teman-temanku, tapi tahukah bunda bahwa menurut mereka aku adalah teman yang sangat baik bagi mereka. Bunda, mungkin engkau kecewa dan malu memiliki anak seperti aku, tapi aku tidak pernah merasa kecewa dan malu memiliki bunda seperti bunda, dan bahkan aku begitu sayang sama bunda. Bunda, mungkin engkau marah melihat ada satu nilai merah di raport ku, tapi tahukah bunda bahwa aku mengerjakannya dengan jujur tanpa pernah mau ikut- ikutan teman-temanku yang tidak jujur. Bunda, engkau mungkin kecewa jika membandingkan diriku dengan teman-teman sekelasku yang hebat- hebat, tapi tahukah bunda bahwa aku tidak akan pernah mau membandingkan bundaku dengan bunda-bundanya teman-temanku betapapun hebatnya bunda-bunda mereka. Sungguh tak pernah terlintas sedikitpun di benakku untuk membandingkan bundaku dengan bundanya teman-temanku meskipun menurut mereka bundaku adalah bunda yang biasa-biasa saja, karena aku selalu berusaha menerima bundaku apa adanya, aku selalu berusaha mencintai bundaku apa adanya, dan aku merasa sudah sangat bahagia seandainya bunda juga mau menerima dan mencintaiku apa adanya meskipun aku hanyalah anak yang biasa-biasa saja disekolah. Terimakasih bunda telah mau membaca suratku, dan aku sungguh bersyukur engkau telah menjadi bundaku dan aku telah menjadi anakmu. Terimakasih juga bunda sudah mau datang ke sekolah untuk mengambil raportku. - dari anakmu -